Pengrajin Bata Merah
https://isk-kudus.blogspot.com/2014/10/pengrajin-bata-merah.html
Pak sodik namanya, seorang pengrajin batu bata di desa Jepang Kecamatan Mejobo kabupaten Kudus. Kakek yang berumur 65 an ini menekuni usaha produksi batu merah sudah sejak kecil. Usaha turun temurun dari kakek neneknya. Sudah menjadi keharusan menjalankan usaha pembutan batu bata miliknya sendiri. Meskipun kadang bersaing dengan batako yang terbuat dengan bahan baku pasir dan semen. Selain itu menjadi tantan bagi pengrajin batako.
Mbah Sodik sapaan akrabnya, meskipun sudah tua namun tenaganya tidak kalah lincahnya dengan orang muda. Kurang lebih 600 biji bata yang mampu di cetak perharinya, kadang malah lebih. “biasanya sampai 600 biji bata perhari kalo cetak bata, kadang-kang lebih kadang juga kurang dari itu” terang mbah Sodik
Tentu menjadi penyemangat inspirasi dalam menjalankan aktifitas apapun. Melihat kegigihannya dan semangat yang luarbiasa seperti tak kenal lelah.
Terlebih untuk saat ini, bahan untuk produksi cukup mahal. Mulai dari tanah liat, gambut (kulit biji padi), kayu bakar dan bahan-bahan lain yang diperlukan. Untuk tanah liat kisaran harga per mobil 200 ribu, Edi Santoso mengakui, “ tanah disini lebih bagus kualitasnya, namun karena sudah terlalu rendah, maknya kita kalao buat bata harus beli tanah”.
“Pembelian kayu sekitar 1.400.000 dan di tambah biaya bakar batu bata sekitar 1 jutaan. Untuk membakar 15 ribu biji bata dua truk kayu bakar” imbuh Edi. Sedang, lokasi lahan sewanya relatif masih tinggi 1.500.000 pertahun dengan luas sekitar 250 m3.
Untuk penjualan, harga jual di pasaran 600 rupiah per biji, namun tidak termasuk ongkos anter ke lokasi. Biasanya biaya transportasi di tanggung pembeli batu bata sendiri.
Sedang waktu pembutan rata-rata lama proses pembuatananya berkisar kurang lebih satu bulanan. Baru setelah itu baru bisa di jual di pasaran. Untuk itu di perlukan ketelatenan, kesabaran dan bekerja keras.
Sejauh ini kalau wilayah pemasaran tidak di bawa kemana-mana, pembeli pada berdatangan kelokasi gudang batu bata. Jarang sekali yang melakukan promosi-promosi keluar.
Edi mengakui untuk kendala yang dialami oleh pengrajin batu bata rata-rata adalah modal untuk produksi. Selain itu juga, bahan baku yang berupa tanah liat yang agak ngantri karena banyak pesanan.
Meskipun demikian mereka senang menjalani usaha produksi batu bata merah ini. Karena usahanya yang dijalani milik sendiri dan bisa berkreasi sesuka mereka. (bagus)
@Rya
Mbah Sodik sapaan akrabnya, meskipun sudah tua namun tenaganya tidak kalah lincahnya dengan orang muda. Kurang lebih 600 biji bata yang mampu di cetak perharinya, kadang malah lebih. “biasanya sampai 600 biji bata perhari kalo cetak bata, kadang-kang lebih kadang juga kurang dari itu” terang mbah Sodik
Tentu menjadi penyemangat inspirasi dalam menjalankan aktifitas apapun. Melihat kegigihannya dan semangat yang luarbiasa seperti tak kenal lelah.
Terlebih untuk saat ini, bahan untuk produksi cukup mahal. Mulai dari tanah liat, gambut (kulit biji padi), kayu bakar dan bahan-bahan lain yang diperlukan. Untuk tanah liat kisaran harga per mobil 200 ribu, Edi Santoso mengakui, “ tanah disini lebih bagus kualitasnya, namun karena sudah terlalu rendah, maknya kita kalao buat bata harus beli tanah”.
“Pembelian kayu sekitar 1.400.000 dan di tambah biaya bakar batu bata sekitar 1 jutaan. Untuk membakar 15 ribu biji bata dua truk kayu bakar” imbuh Edi. Sedang, lokasi lahan sewanya relatif masih tinggi 1.500.000 pertahun dengan luas sekitar 250 m3.
Untuk penjualan, harga jual di pasaran 600 rupiah per biji, namun tidak termasuk ongkos anter ke lokasi. Biasanya biaya transportasi di tanggung pembeli batu bata sendiri.
Sedang waktu pembutan rata-rata lama proses pembuatananya berkisar kurang lebih satu bulanan. Baru setelah itu baru bisa di jual di pasaran. Untuk itu di perlukan ketelatenan, kesabaran dan bekerja keras.
Sejauh ini kalau wilayah pemasaran tidak di bawa kemana-mana, pembeli pada berdatangan kelokasi gudang batu bata. Jarang sekali yang melakukan promosi-promosi keluar.
Edi mengakui untuk kendala yang dialami oleh pengrajin batu bata rata-rata adalah modal untuk produksi. Selain itu juga, bahan baku yang berupa tanah liat yang agak ngantri karena banyak pesanan.
Meskipun demikian mereka senang menjalani usaha produksi batu bata merah ini. Karena usahanya yang dijalani milik sendiri dan bisa berkreasi sesuka mereka. (bagus)
@Rya